lantaran hanya sebuah sentilan itu, engkau menghela nafas
jauh di pelupuk mata sana, bersemi ornamen nestapa
"ah, lemah!"menelaah setengah penjajah
mulutnya disulut api
lengan tangannya terusik
parasnya memeras dahaga
munculnya bias-bias keyakinan
sepucuk nostalgia dikobarkan
jangan jumawa berkepanjangan
alangkah absurbnya nurani
hanya berkutat pada puisi
bukan lelaki sejati
dia terus menunggu
tanpa nomer antrian
mencari sesuatu
yang berakhir lamunan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar