November 19, 2009

Abstrak

Pemecah kebuntuan menghancurkan kesunyian. Dengan bersimpuh darah tertuang ke sekujur tubuh demi tercapainya garis finis. sayaang mereka terlambat berlari. namun itu bukan suatu halangan. Jejak kaki yang masih hangat pertanda perjuangan yang terus terpatri di hati. sebenarnya malu untuk menjelaskan kepada orang banyak apa yang dilakukan. posisi yang kian terjepit ini memenjarakan kebebasan untuk bersua. dorongan yang didapat dari sebuah tangan yang sebenarnya malah mencekik leher ini. biarkan mereka tertawa di belakang muka ini karena tak lain ia lah yang bergeming.

bukan kaki tangan ini yang cacat. bukan pula raga ini yang lumpuh. lamaaa rasanya menemukan apa yang salah dengan badan ini. ternyata hati ini yang lumpuh, yang tak bisa menjadi dalang bagi dirinya. hanya soliter di bawah naungan sang maha kuasa. naif sekali rasanya untuk bersilat lidah, karena memang hanya orang-orang munafik bermuka dua yang ada menghiasi hari-hari. dentuman jantung serasa bom waktu yang tak tahu kapan akan meledak. detik demi detik seakan berada diujung tanduk keringat dingin menjadi tata rias muka.

risalah ini menjadi teka-teki yang tak terpecahkan sepanjang masa. bagaimana tidak, murahnya jiwa ini sampai-sampai raga inipun ikut digadaikan. padahal banyak sekali mata-mata yang mengintai namun tak ayal pintar sekali mereka bergelut dengan kecemasan sehingga terlepas dari jeratan maut.

murung karena terkurung, terdiam dalam kelam.
menyepi dalam sepi, berhenti untuk berdiri

mereka yang terhujat, yang tiba dari selangkangan nista, mereka yang lihai hentikkan takdir.